Long Distance Love

Long Distance Love
semacam ilustrasi dari LDL

cerpen misteri


Mistery Diary
            Jasmine mengusap dengan hati-hati dan penuh rasa kagum, sebuah guci cina berwarna putih dengan ukiran naga merah yang mengitari badan guci yang berbentuk bulat tersebut. Gadis cantik bertubuh semampai itu sangat suka dengan barang-barang antik. Dia memiliki koleksi barang antik yang cukup banyak dirumahnya. Kegemarannya ini selalu memberikan kepuasan tersendiri bagi dirinya.
            “Hei, Jas. Lihat nih!”. Seseorang tiba-tiba memecah keasyikannya.
            “Apa?”. Tanya Jasmine penasaran. Seseorang yang ternyata seorang cowok tinggi, berwajah cakep dan ramah tersenyum lebar. Lalu, cowok itu mengulurkan telapak tangannya yang berisi sebuah pita kecil berbentuk mawar dan bewarna merah marun. Jasmine meraihnya dengan perasaan yang diliputin rasa kagum dan senang yang nggak dapat ditutupinya.
            “Aduh, Darren. Bagus banget!”. Darren tersenyum senang. “Itu buat kamu aja, deh”.
Mata Jasmine berbinar senang. “Ah, yang bener? Nggak nyesel nih?!”. Darren menggeleng.
            “Buat apa nyesel. Aku kan nggak bisa pake juga”.
            “Ah, benar juga. Bodoh banget sih aku”.
            “Sini deh, aku pakein”. Tawar Darren sambil mengambil pita kecil itu dari tangan Jasmine. Dengan lembut Darren menyelipkan pita mawar kecil itu di rambut panjang Jasmine yang tergerai indah. Darren nggak tau kalau saat itu pipi Jasmine memerah dan jantungnya berdetak kencang. Ketika Darren telah selesai memasangkan pita cantik itu, wajahnya kembali normal. Sehingga Darren sama sekali nggak tau akan hal itu.
            “Tau nggak kamu history pita ini?”. Tanya Darren tiba-tiba.
            “Nggak tau, emang historynya gimana?”. Jasmine menatap Darren penasaran.
Darren berlagak serius. “Sesungguhnya pita ini dibuat sekitar dua ratus tahun yang lalu. Awal dari pembuatan berbagai macam aksesoris wanita untuk pertama kalinya. Salah satunya adalah pembuatan pita. Di Eropa dulu para wanita yang mempunyai poni yang panjang sangat sulit untuk menatanya menjadi sanggul anggun yang biasa dilakukan para wanita Eropa saat itu. Hal tersebut menarik minat seniman Eropa miskin yang kemudian memberikan inspirasi kepadanya untuk membuat sesuatu benda yang dapat menjepit poni itu agar dapat dengan mudah menatanya ketika para wanita mulai membuat sanggul. Maka terciptalah pita pertama dengan ukiran mawar kecil yang dibuat dari kayu oak yang kemudian di cat warna merah. Sedangkan klipnya, setelah berkali-kali mencoba menciptakan klip yang sempurna, di buat dari bahan aluminium yang dipanaskan dan di olah sedemikian rupa sehingga dapat dengan sempurna menjepit poni para wanita”. Urai Darren panjang lebar.
Jasmine manggut-manggut, “ Terus gimana dengan keadaan seniman itu? Apakah dia menjadi kaya setelah menciptakan pita itu?”. Darren menggelengkan kepalanya.
“Sayang sekali keberuntungan nggak berpihak kepadanya. Hasil karya seniman itu di curi oleh rekan kerjanya sendiri. Dengan liciknya rekan kerjanya itu mengumumkan kepada semua orang jika desain pita itu adalah buatan dirinya dan memfitnah seniman malang itu bahwa dia yang telah mengaku-aku karyanya”.
Jasmine tampak sedih,” Kasihan. Apakah nggak ada yang percaya dengan seniman itu?”.
“Nggak ada seorangpun yang percaya, karena temannya yang licik itu sangat pintar bersilat lidah dan selain itu dia memiliki kedudukan yang lumayan dihormati di masyarakat di bandingkan seniman miskin yang nggak punya apa-apa. Sehingga semua orang lebih percaya kepada pendusta itu”.
“ Terus bagaimana dengan nasib seniman itu?”. Jasmine terus bertanya penasaran.
“Akhirnya setelah nggak sanggup lagi menghadapi cemoohan dari orang-orang di kotanya, seniman itu meninggalkan kota kelahirannya dengan membawa sedikit bekal dan juga pita pertama yang dibuatnya. Dia terus berjalan dan terus berjalan tanpa arah mengikuti kemana kaki membawanya. Dia hanya berhenti sebentar untuk memakan bekal kemudian terus berjalan. Sampai akhirnya dia nggak sanggup lagi berjalan dan sampailah dia di sebuah lumbung gandum di daerah pedesaan. Dia terkapar nggak berdaya di lumbung tersebut. Kelelahan dan kelaparan. Seniman itu sekarat dan akhirnya meninggal di tempat itu dengan menggenggam pita buatannya. Di pagi harinya jenazah seniman malang itu ditemukan pemilik lumbung dan atas kebaikan orang-orang desa, seniman itu dikuburkan dengan layak di pemakaman setempat. Sedangkan pita itu diambil oleh pemilik lumbung untuk anak perempuannya lalu diwariskan secara turun temurun. Namun pada generasi kelima, pita itu di jual kepada orang lain. Selama puluhan tahun sudah beberapa kali pita antik itu berpindah tangan dan akhirnya sekarang jatuh ketangan pemilik toko ini. Terus, karena kita yang akan membelinya maka pemilik selanjutnya adalah Tuan Putri Jasmine”. Jelas Darren sambil berseloroh.
“Alay banget sih, Ren. Tapi tragis banget sejarah pita ini. Jangan-jangan hidupku juga bakalan tragis jika memakainya?”. Tanya Jasmine khawatir. Darren tertawa mendengarnya.
“Hahahaha. Kamu terlalu berlebihan, Jas. Hal itu nggak mungkin terjadi. Kejadian jaman dulu nggak ada kaitannya dengan jaman sekarang”. Kata Darren yakin.
“Benarkah?”. Jasmine nampak masih ragu.
“Yakin banget! jangan jadi paranoid gitu dong”. Ujar Darren berusaha menenangkan.
Ampar-ampar pisang
Pisangku belum masak
Masak sebiji diurung bale-bale......
Tiba-tiba terdengar ringtone Hp dengan lagu tradisional dari daerah Kalimantan.
Jasmine tersenyum  simpul, dia tau jika ringtone Hp Darren yang berbunyi. Ciri khasnya adalah lagu tradisional Kalimantan itu. Ringtone itu untuk penanda pesan masuk.
            “Kamu masih pake lagu itu buat ringtone SMS mu, Ren?”.
            “Yoi! Aku suka sih dengan lagu ini”. Jawab Darren sambil menatap layar Hpnya. Dia membaca SMS yang masuk dengan seksama. Kemudian.
            “Eh, Jas aku mau pergi sebentar nih. Ada seseorang yang ingin ku temui. Kamu tunggu sebentar di sini ya”. Darren pamit kepada Jasmine.
            “Emangnya siapa?”.
            “Ntar deh aku kasi tau. Aku buru-buru nih, Jas”. Darren terlihat sangat nggak sabar ingin pergi.
            “Ok deh. Tapi jangan lama-lama ya, Ren”.
            “Beress!”. Jawab Darren sambil berlalu dari hadapan Jasmine dan kemudian sosoknya menghilang di balik pintu toko.
Setelah kepergian Darren, Jasmine menyentuh rambut di atas keningnya tepat dimana pita kecil yang dipasangkan Darren tadi. Bibirnya tersenyum simpul dan menimbulkan sensasi yang menyenangkan di hatinya. Jasmine memang sudah lama menyukai Darren. Sejak umurnya 10 tahun di kelas 5 SD. Nggak heran karena mereka teman sepermainan sejak kecil. Darren nggak tau perasaannya ini, dan Jasmine pun nggak berniat mengungkapkannya. Bisa bersama dengan dirinya saja sudah membuat Jasmine senang dan bahagia.
            Lima menit, sepuluh menit dan akhirnya dua puluh menit, Darren belum datang juga. Jasmine menunggu dengan gelisah sedang tangannya menenteng sebuah tas tangan yang berisi barang-barang antik yang sudah di belinya. Akhirnya Jasmine memutuskan untuk keluar dari toko barang antik tersebut dan mencari Darren. Dia lalu pamit kepada pemilik toko yang sudah sangat akrab dengan mereka berdua. Pemilik toko itu seorang bapak tua yang ramah dengan tubuh yang kurus dan tinggi. Pak Sammy namanya. Laki-laki itu sudah dua puluh tahun lebih menjalankan bisnis barang antiknya. Kualitas barang antiknya sudah sangat terkenal dikalangan para kolektor dan mutunya di jamin bagus dan harganya pun sangat manusiawi. Untuk berhasil mengumpulkan barang-barang antik itu Pak Sammy di bantu para karyawannya harus mencarinya di berbagai pelosok kota di Indonesia. Bahkan dia nggak segan-segan keluar negeri untuk mengumpulkan barang-barang antik yang spesial dan berkualitas. Negara yang sering dituju laki-laki tua itu adalah Cina dan Jepang. Dia mempunyai banyak rekan kerja yang siap membantunya dalam melaksanakan misinya, mencari barang antik, objek usahanya sekaligus hobi yang paling dicintainya.
            Di luar toko, banyak orang berseliweran sehingga Jasmine cukup sulit menemukan Darren. Hal ini lumrah karena hari ini hari minggu. Biasanya hampir semua orang di kotanya akan mendatangi tempat ini yang merupakan salah satu kawasan pertokoan yang terkenal karena keunikan dan kelengkapannya. Gadis itu jadi penasaran dengan siapa Darren ingin bertemu. Matanya melihat sekeliling dengan teliti berusaha untuk menemukan Darren. Tapi, kemudian Jasmine melihat Darren duduk di sebuah kafe. Jasmine lalu melangkah ketempat Darren. Tapi, tiba-tiba langkahnya surut dan terhenti. Matanya melihat Darren dan seorang cewek cantik sedang bercengkerama dengan serunya. Gadis itu dapat melihat dengan jelasnya kebahagiaan yang terpancar dari wajah Darren. Dia belum pernah melihat cowok itu terlihat begitu bahagia bercengkerama dengan orang lain. Apakah Darren juga terlihat seperti itu jika sedang bersamanya? Jasmine terus bertanya-tanya sendiri dalam benaknya.  Detik berikutnya, sungguh mencengangkan dirinya. Darren dan cewek itu berpelukan dan saling mencium pipi kiri dan kanan. Tubuhnya seperti membeku sedang hatinya tercabik-cabik. Detik berikutnya dia berlari dan terus berlari. Nggak peduli meskipun nabrak orang dan nggak peduli sedikitpun ketika tas tangannya jatuh dan barang di dalamnya pecah. Jasmine terus berlari hingga tanpa sadar dia sudah berada di depan rumahnya. Dengan gontai dia masuk rumah, menaiki tangga kekamarnya tanpa memedulikan sama sekali ibunya yang berada di ruang tamu.
            Sesampainya di kamar, Jasmine menutup pintu kamar lalu menguncinya. Kemudian dia bersandar di pintu dan perlahan tubuhnya melorot dan dia nangis terisak-isak dengan wajah tersembunyi di kedua lututnya. Mengapa? Mengapa cintaku harus bertepuk sebelah tangan? Mengapa Darren memilih cewek itu dan bukan aku? Jasmine terus merutuki dirinya. Beberapa menit kemudian, Jasmine bangkit lalu duduk di meja belajarnya. Wajahnya pucat sedang matanya bengkak. Kemudian dia meraih sebuah buku tebal bersampul kulit ukiran mawar bewarna merah bata. Jasmine membuka buku itu yang berisi lembaran kertas bewarna kuning tapi bersih dan dipenuhi tulisannya sendiri. Ternyata diarynya juga barang antik. Diary itu adalah hadiah Darren untuknya ketika dia berulangtahun ke-15. Sekarang dia 17 tahun, berarti sudah dua tahun. Nggak heran buku tebal itu telah terisi sebagian.
            Jasmine lalu meraih sebuah pena dan mulai menulis di diarynya.
            Diariku tersayang, sekarang hatiku seperti setangkai mawar yang patah. Layu dan nggak berharga. Seperti pungguk merindukan bulan,  yang mencoba meraihnya tapi jatuh di kubangan.
          Pangeranku telah pergi....”. Setetes air mata jatuh membasahi tulisannya hingga kabur. Tapi dia nggak peduli, tetap menulis.
            Akankah kutemukan pangeran lain yang dapat menggantikannya dan menepis lara di hatiku?”.
            Tiba-tiba tulisan itu seperti terserap oleh sebuah lubang hitam berukuran kelereng yang secara aneh muncul di diary itu. Jasmine termundur takut. Dalam seperkian detik lubang hitam nggak berujung dan berputar-putar itu semakin besar dan efeknya luar biasa. Angin kencang seperti badai menderu-deru di kamar Jasmine. Barang-barang bertebangan dan saling tabrak. Jasmine ingin keluar, tapi angin yang sangat kencang menghalangi langkahnya meraih pintu. Dia berusaha teriak, tapi suaranya ditelan deru angin yang makin kencang. Lalu seperti ada kekuatan yang sangat besar menarik tubuhnya kearah lubang yang terus berpusar itu. Jasmine berpegangan pada pintu lemari dan berharap pintu lemari itu nggak terlepas dari engselnya. Tapi, harapannya seperti sia-sia belaka ketika pintu lemari itu mulai lepas dan dirinya terhempas seperti daun kering dan terhisap kedalam lubang tersebut. Lubang itu menghilang bersamaan dengan menghilangnya Jasmine. Kemudiaan keadaan kembali seperti semula. Barang-barang di kamar Jasmine kembali utuh dan rapi nggak nampak seperti baru saja diterpa angin topan. Seperti nggak terjadi apapun di kamar itu. Hening, sepi, hingga sedikit menakutkan.
                                                Xxxxxxxxxxxxxxxxx



            Di sisi lain, Darren yang nggak menemukan Jasmine di toko itu menyusul ke rumah Jasmine berharap menemukannya disana. Darren memang sudah biasa kerumah ini, sehingga dia dengan leluasa masuk kedalam rumah. Ia bertemu ibu Jasmine dan langsung bertanya tentang Jasmine.
            “Jasminenya udah pulang, Tante?”.
            “Sudah. Tapi tingkahnya aneh, dia langsung masuk kamar dan nggak keluar-keluar  sampai sekarang”. Jawab ibu Jasmine sambil beranjak dari sofa mendekati Darren.
            “Mengapa kalian nggak pulang bersama? Bukannya perginya tadi bareng?”. Tanya ibu Jasmine menyelidik.
            “Iya, kami tadi perginya bareng. Tapi, tanpa memberitau saya Jasmine pulang duluan, Tante?”.
            “Oh, begitu. Nggak biasanya Jasmine seperti itu”.
            “ Oh, ya. Boleh saya keatas, Tante? Saya ingin melihat keadaan dia”. Darren meminta ijin.
            “Iya, silahkan saja Darren. Mungkin dia lagi ngambek dan tante rasa cuma kamu yang bisa meladeni anak manja itu”.
 Darren lalu naik tangga kelantai dua, ke kamar Jasmine. Ia  mengetuk pintu kamar Jasmine.
            “Jas, Jasmine! Ini Darren, bukain pintu dong”. Hening. Nggak ada jawaban. Darren terus mengetuk hingga buku-buku jarinya terasa sakit. Tapi nggak ada sahutan dari dalam. Darren merasa heran dan aneh. Perasaannya tiba-tiba nggak enak.
            “Kenapa, Darren? Dia ngambek, ya?”. Ibu Jasmine tiba-tiba telah berdiri disamping Darren. Darren sedikit terkejut.
            “Ya, tante. Tapi saya nggak tau kenapa?”. Ibu Jasmine akhirnya ikut mengetuk. Tapi tetap nggak ada sahutan. Karena khawatir ibu Jasmine meminta  Darren mendobrak pintu kamar Jasmine. Mereka takut terjadi sesuatu yang buruk pada gadis itu.
            Ketika pintu berhasil di dobrak. Terkejutlah mereka ketika nggak menemukan Jasmine di dalamnya. Kamar tampak rapi dan jendela masih tertutup rapat. Mereka menduga Jasmine pergi tanpa sepengetahuan ibu jasmine dan akan segera kembali. Tapi dugaan itu meleset ketika Jasmine nggak pulang hingga dua minggu. Semua orang termasuk polisi telah dikerahkan untuk mencarinya. Tapi, nihil. Jasmine nggak ditemukan di manapun juga. Seperti lenyap ditelan bumi. Menghilang tanpa jejak dan tanpa petunjuk sedikitpun.
                                                Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx


            Perlahan Jasmine membuka matanya dan sedetik kemudian menutupnya kembali, ketika seberkas cahaya menyilaukan matanya. Jasmine mengerjap-ngerjapkan matanya untuk membiasakan dengan cahaya itu. Setelah terbiasa, mata Jasmine terbelalak ketika melihat sekelilingnya. Dia berada disebuah kamar yang sangat luas. Banyak sekali mawar merah. Untaian mawar di jendela-jendela, mawar di pot-pot cantik dan sulaman mawar di kain-kain putih yang ternyata tirai tempat tidur dan tirai jendela yang sangat halus dan indah. Sedangkan dia sendiri terbaring di ranjang yang besar dengan selimut sutra bersulam mawar.
            “Ini pasti mimpi!”. Gumamnya nggak percaya sambil mencubit lengannya keras-keras.
            “Aduh!!”. Jasmine mengaduh keras sambil meniup lengannya yang memerah. Saat itu pula Jasmine sadar dia nggak sedang bermimpi.
            Jasmine bangkit dari ranjang dan berkeliling mengamati kamar itu. Dan dia terkejut lagi ketika menyadari bahwa dia memakai sebuah gaun yang sangat indah dan lagi-lagi bersulam mawar di banyak tempat. Gaun itu seperti gaun tidur yang biasa dipakai para gadis bangsawan Inggris di masa lalu. Jasmine meraba gaun tidurnya yang berwarna putih krem. Tekstur kainnya sangat halus layaknya dibuat dengan bahan sutra terbaik. Gaun tidur yang dipakainya berlengan panjang sampai kepergelangan tangan dengan motif gelembung-gelembung kecil di ujung lengan gaunnya. Gaun itu berkerah V, menyempit di bagian pinggang lalu melebar dengan anggunnya sampai ke tumit kakinya. Jasmine benar-benar nggak tau dimana dia saat ini dan tempat apa ini. Hal ini sangat membingungkan dirinya. Dia masih ingat dengan kejadian yang terjadi di kamarnya. Sepertinya dia dihisap secara ajaib ke dalam diarynya sendiri. Sungguh ini sesuatu yang sulit dipercaya. Tapi, mau nggak mau Jasmine harus mengakui jika semua yang berlaku padanya adalah kenyataan.
            Suara deritan mengejutkan Jasmine. Dia termundur waspada dan sedikit takut ketika pintu besar berdaun dua membuka didepannya. Monster, hantu, raksasa, kurcaci, setan...praduga-praduga mengerikan yang mungkin muncul dari pintu itu berseliweran di otaknya. Tapi, semua dugaannya salah ketika yang muncul bukanlah monster, hantu, ataupun raksasa hanya wanita paruh baya bertubuh gemuk dan memakai celemek putih bersulam mawar besar ditengahnya. Wanita itu tampak nggak membahayakan. Jasmine sedikit merasa lega.
            “Yang Mulia Putri Jasmine, hamba siap melayani Yang Mulia”. Tiba-tiba wanita itu berkata sambil menunduk hormat.
            Seribu tanda tanya memenuhi otaknya. Dari mana wanita ini tau namanya dan mengapa dia memanggilnya Yang Mulia Putri Jasmine?
            “Mengapa anda memanggilku Yang Mulia? Aku bukan orang penting ataupun sejenisnya. Panggil saja aku Jasmine”.
            “Ampun beribu maaf, Yang Mulia. Hamba tidak berani selancang itu”.
            “Tapi mengapa? Tempat apa ini? Dan mengapa anda bisa tau namaku? ”. Jasmine terus bertanya demi memenuhi keingintahuannya.
            “Suatu saat Yang Mulia akan tahu sendiri. Hamba tidak di ijinkan bicara banyak”.
Wanita itu tampaknya nggak bisa di tanya lagi. Jasmine terlihat sangat kecewa.
            “Yang Mulia Putri Jasmine, hamba dan dayang-dayang yang lain sudah menyiapkan keperluan mandi Yang Mulia. Apakah Yang Mulia ingin mandi sekarang?”. Tawar wanita itu. Jasmine sedikit terperangah. Ditengah kebingungannya akan semua hal yang terjadi, wanita itu justru menawarinya untuk mandi. Sedikit janggal di pikirannya.
            “Ehm, mandi?”. Gumam Jasmine. Sebelumnya dia nggak menyadari jika tubuhnya terasa gerah. Dia mulai merasa nggak nyaman dengan atmosper diruangan itu dan sedikit pusing dengan udara sekelilingnya yang beraroma begitu wangi. Sehingga terasa sedikit memabukkan.
            “Baiklah”. Akhirnya Jasmine menyetujui setelah berpikir sejenak.
            Jasmine dibawa kesebuah kolam kecil. Airnya sangat jernih dan segar. Beberapa dayang menaburkan beraneka warna bunga, membuat Jasmine nggak sabar lagi ingin masuk kedalamnya. Ketika air menyentuh kulitnya, hatinya terasa tenang dan nyaman. Semua keanehan yang dialaminya terasa lenyap untuk sejenak.
            Setelah mandi, Jasmine di dandani bak putri raja. Tubuhnya dibalut gaun indah terbuat dari sutra. Gaun itu berwarna putih bersih dan dihiasi berlian-berlian merah yang disusun sedemikian rupa hingga membentuk mawar. Gaun cantik ini berlengan pendek yang jatuh lembut sampai bagian pundak. Seakan ingin menampakkan pundak kecil Jasmine yang putih dan halus. Kemudian rambut hitamnya yang indah dan panjang dihiasi tiara kemilau bertahtakan permata. Nggak hanya itu, lehernya yang jenjang dihiasi kalung rupawan dengan untaian berlian berwarna-warni, tampak berkilauan ketika diterpa sinar mentari. Penampilannya sangat mempesona. Bahkan dayang-dayang yang membantunya berdandan diam-diam berdecak kagum.
            Jasmine menatap nggak percaya bayangannya di cermin. Bayangan itu seperti bukan dirinya. Maklum, dia nggak suka berdandan. Dia sedikit merasa kagum dengan dirinya sendiri. Sesaat dia memikirkan Darren. Bagaimana ya jika Darren melihatku berdandan seperti ini? Apakah dia menganggapku cantik atau justru sebaliknya? Apakah aku lebih cantik bila dibandingkan dengan cewek itu?  Pikir Jasmine. Dia merasakan kepedihan karena nggak ada Darren disisinya. Dan dia juga merasakan kecemburuan yang luar biasa ketika mengingat cewek itu, yang sudah berhasil merebut Darren dari sisinya.
            “Yang Mulia, sebentar lagi kita akan mengahadap Yang Mulia Raja Gerald”. Suara lembut seorang wanita memecah lamunannya. Jasmine menoleh.
 “Siapa dia?”. Wanita yang pertama kali ditemuinya dan menyebut dirinya Dayang Kiara itu sekali lagi menunduk hormat.
            “Beliau adalah penguasa Kerajaan Mawar ini”.
Kerajaan Mawar?! Jasmine akhirnya mengerti. Pantas saja banyak sekali mawar diberbagai tempat. Jasmine berpikir sejenak. Namanya sendiri ‘Jasmine” yang berarti melati. Rasanya sangat kontras berada di Kerajaan Mawar. Seperti satu noktah putih di tengah lautan merah.
Beberapa menit kemudian, dirinya sedang menyusuri lorong-lorong istana dengan selusin dayang mendampinginya. Hatinya sedikit resah dan takut. Lorong istana itu terasa sangat panjang dan dia nggak tau apalagi yang akan menunggu di ujung lorong berikutnya. Jasmine dan rombongan dayangnya sampai di sebuah balairung yang sangat luas dan megah. Puluhan orang berbaris rapi. Pria, wanita maupun anak-anak, semuanya memakai pakaian yang indah-indah.
Jasmine dan dayang-dayangnya menyusuri jalan yang dilapisi karpet merah beludru. Karpet itu sangat empuk kala Jasmine menginjakkan kakinya yang dibalut sepatu kaca merah gemerlap. Di ujung karpet itu tampaklah dua singgasana yang luar biasa megah. Satu singgasana kosong dan satunya lagi...Jasmine tampak sangat terkejut. Laki-laki yang duduk di singgasana itu sangat tampan. Tapi, bukan itu yang membuatnya terkejut. Wajahnya sangat mirip dan Jasmine yakin memang laki-laki itu yang dia lihat di lukisan yang tergantung di dinding rumah Darren. Sekali lagi otaknya berpikir keras. Apa kaitan antara lukisan milik Darren dengan diarynya? Mengapa lukisan itu hidup dan bahkan adalah seorang raja? Jasmine menggelengkan kepalanya bingung. Keadaan semakin rumit saja.
Singgasana yang kosong itu ternyata diperuntukkan untuknya. Tiba-tiba laki-laki itu berdiri dan seketika itu pula suasana di balairung itu hening.
“Putri Jasmine adalah tamu agung Kerajaan Mawar. Jadi, aku memerintahkan kepada semua pembesar istana, seluruh abdi kerajaan dan seluruh rakyatku untuk mematuhi segala perintahnya dan membuatnya merasa nyaman di kerajaan ini.” Titahnya kepada semua yang hadir.
Semua orang serempak menjawab, “Baik, Yang Mulia Raja Gerald”.
“Putri Jasmine, mari kita keliling kerajaan, semua rakyat ingin bertemu Sang Putri”. Ajak Raja Gerald.
“Baiklah”. Jasmine menyanggupi.
Jasmine diajak menaiki kereta kencana indah yang ditarik empat ekor kuda jantan putih yang tampak sangat perkasa. Nggak lama kemudian dirinya sudah berada di kereta kencana itu bersama Raja Gerald. Dengan anggun kereta kencana itu meluncur keluar dari gerbang istana. Betapa kagetnya Jasmine ketika melihat keadaan di luar istana. Seluruh rakyat berdesak-desakan di kiri kanan jalan sambil mengelu-elukan nama mereka berdua. Jasmine sangat bahagia. Inilah yang selalu di impi-impikannya sejak kecil. Menjadi seorang putri raja. Sejenak kesedihan dan kepedihan yang dialaminya menghilang dan lenyap dalam kebahagiaannya.
Tapi semua itu sebentar saja. Jasmine kembali merasa sedih dan kesepian. Dia rindu orangtuanya, rumahnya, dan tentu saja kerinduannya yang terbesar adalah Darren. Meskipun, Raja Gerald sangat tampan, baik, kaya dan terhormat, tapi tetap saja bukan Darren yang dicintainya. Hanya Dayang Kiara yang sekarang sangat dekat dengan dirinya yang dapat menghiburnya.
“Jangan bersedih Yang Mulia. Karena kesedihan dapat mengurangi aura kecantikan”.
“Aku nggak peduli kecantikanku hilang. Aku rindu orangtuaku dan juga Darren. Aku rindu duniaku! Aku ingin kembali!”. Jasmine terisak-isak.
“Yang Mulia tidak bisa kembali”.
Jasmine berpaling, air mata mengalir di pipinya, “Mengapa? Mengapa nggak bisa?!”.
Dayang Kiara menghela napas. “Setiap orang yang masuk ke dalam kerajaan yang hidup di diary ini yang sebenarnya adalah kerajaan ilusi, tidak akan pernah kembali”   
            Lenyaplah semua harapan Jasmine. Air mata kembali membanjiri wajahnya. Semua kepedihan lengkap sudah. Dayang Kiara menatapnya iba. Lalu. “Kecuali...”. Jasmine menghentikan tangisnya dan memandang Dayang Kiara penuh harap.
            “Kecuali jika ada seorang laki-laki yang sangat mencintai Yang Mulia menulis di diary itu kata-kata yang megungkapkan perasaannya dan menulis kalau dia ingin Yang Mulia kembali, maka Yang Mulia akan kembali”.
            “Benarkah itu?”. Jasmine tampak sangat senang. Dayang Kiara mengangguk pelan.
            “Tapi itu tidak berlaku lagi jika Yang Mulia telah dinobatkan menjadi Permaisuri Yang Mulia Raja Gerald. Dan....besok pagi adalah penobatannya”.
            Jasmine terbelalak. “Tidak! Itu nggak mungkin. Aku nggak mau jadi permaisuri. Lebih baik aku mati saja!!”.
            Dayang Kiara memandangnya prihatin. “Yang mulia tidak bisa menghindar, tidak bisa lari ataupun mati di kerajaan ini. Semua orang hidup abadi. Kita hanya bisa mengharap keajaiban itu akan datang. Jika datang dan Yang Mulia bisa kembali. Ingatlah pesan hamba, temukanlah lukisan Raja Gerald dan bakar bersama buku ini, maka Kerajaan Ilusi ini akan lenyap selamanya”.
            “Tapi, jika itu kulakukan bukankah dirimu juga akan lenyap?”.
Dayang Kiara tersenyum lebar, “Hamba tidak keberatan Yang Mulia. Hamba sudah sangat lama terperangkap di kerajaan ini. Dan tindakan Yang Mulia kelak sangat menyelamatkan diri hamba. Hamba ingin beristirahat selayaknya manusia biasa ketika umurnya sudah habis”.
            Jasmine memeluk Dayang Kiara dan menangis kencang. Dia merasa sangat takut jika harus menerima kenyataan untuk hidup abadi bersama orang yang sama sekali nggak dicintainya. Dan juga merasa sangat sedih jika suatu saat nanti harus mengorbankan Dayang Kiara. Dia sudah merasa sangat menyayangi Dayang Kiara seperti layaknya bibi kandungnya sendiri.
            “Sabarlah Yang Mulia. Berdoalah kepada Sang Pencipta, Sang Pemilik Kehidupan. Tuhan pasti akan mendengar semua doa-doa kita”. Nasehat Dayang Kiara. Jasmine mengangguk pelan dan memulai berdoa agar dirinya dapat keluar dari keadaan genting seperti ini. Dia mencoba memasrahkan diri kepada pertolongan Sang Maha Pencipta.
            Malamnya Jasmine nggak dapat memejamkan mata sekejap pun. Hatinya sangat resah dan takut. Tinggal beberapa jam lagi penobatannya akan tiba. Tubuhnya berbaring gelisah di tempat tidurnya. Setiap detik Jasmine mengharap keajaiban itu datang. Tapi, keajaiban itu nggak kunjung tiba hingga dia sudah berdiri di hadapan Raja Gerald dan memakai gaun yang sangat indah. Tapi bagi Jasmine bagaikan seonggok sampah.
            Laki-laki tua berpakaian sangat aneh mengitari dirinya dan Raja Gerald. Mungkin laki-laki tua itu seperti penghulu di dunia Jasmine. Sambil mengitari, mulut laki-laki tua itu nggak berhenti-henti komat-kamit. Habislah harapan jasmine. Dia segera di nobatkan menjadi permaisuri dan nggak akan bertemu lagi dengan orang-orang yang dicintainya. Setetes air mata mengalir di pipinya yang mulus. Dia nggak pernah mengharap ini akan terjadi. Selamat tinggal Darren, mama, papa, teman-teman...kita nggak akan berjumpa lagi untuk selamanya. Bisik Jasmine dalam hati. Hal itu justru membuat tangisnya semakin kencang. Dia menangis tersedu-sedu. Jasmine nggak peduli jika tingkahnya dilihat ribuan pasang mata yang menyaksikan pernikahan sekaligus penobatannya sebagai permaisuri Raja Gerald. Rasa malu maupun segan sudah nggak ada di pikirannya lagi. Yang dia tau hanyalah kemalangan yang akan terjadi pada dirinya. Hidup abadi di dunia yang asing dan dengan orang yang asing pula.
            Laki-laki tua itu berhenti dan sekarang menyatukan tangan Jasmine dan Raja Gerald. Lalu dia berkata penuh wibawa.
            “Dengan ini hamba menobatkan Yang Mulia Putri Jasmine sabagai per....”.
Laki-laki tua itu nggak dapat menyelesaikan ucapannya. Ketika tiba-tiba angin kencang menderu dasyat di ruangan itu memporak-porakkan apa saja yang dilaluinya. Orang-orang berlarian nggak tentu arah untuk menyelamatkan diri dan keluarga masing-masing. Kemudian pusaran angin itu datang ke arah Jasmine dan menggulung tubuhnya. Lalu  seketika itu pula lenyap. Raja Gerald, laki-laki tua dan semuanya menghilang dari pandangan Jasmine. Dia seperti jatuh, dan terus jatuh ke lubang yang nggak berdasar.
                                                xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

            Darren mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar jasmine. Perasaan sedih dan kehilangan begitu besar melingkupi hatinya. Nggak ada yang berubah di kamar itu semenjak Jasmine hilang seperti di telan bumi. Hari ini genap setengah tahun Jasmine menghilang dan nggak ada satupun yang tau kemana dia pergi dan sama sekali nggak ada petunjuk. Semua orang termasuk polisi telah mencari sekuat tenaga. Tapi, hasilnya tetap nihil.
            Ingatan Darren berhenti saat terakhir kali mereka bertemu. Ketika itu Jasmine sangat senang dengan pita pemberiannya. Mereka ngobrol banyak tentang sejarah tragis pembuat pita itu. Darren merenung ketika dia mengingat pertanyaan Jasmine saat itu. Ketakutan Jasmine jika kisah tragis itu juga akan berlaku pada dirinya jika tetap memakai pita itu. Apakah mungkin itu yang sekarang terjadi? Tanya Darren bingung kepada dirinya sendiri. Selama ini dia adalah orang yang selalu berpikir secara logika. Sesuatu yang nggak dapat di jelaskan secara logika membuatnya pusing. Seandainya waktu bisa di ulang Darren ingin kembali di masa itu dan nggak akan beranjak sedikitpun dari sisi Jasmine. Seandainya dia nggak meninggalkan gadis itu. Mungkin Jasmine masih ada sampai sekarang. Ahh!! Darren mendesah putus asa. Kemana lagi dia harus mencari Jasmine?
 Darren kembali mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar. Kamar gadis itu tetap rapi dan bersih, ibu Jasmine tak pernah lupa membersihkannya. Wanita itu selalu yakin anak semata wayangnya akan kembali lagi. Kerinduannya semakin membuncah ketika melihat barang-barang yang biasanya di pakai Jasmine. Tas sekolah Mickey Mousenya masih tergantung rapi disisi ranjang. Darren tersenyum kecil melihat tas itu. Sesungguhnya jenis tas seperti itu sudah nggak jaman lagi buat anak SMA. Tapi, karena kecintaan Jasmine pada Mickey Mouse, membuat gadis itu nggak peduli akan anggapan ketinggalan jaman. Kemudian pandangannya terhenti pada diary jasmine yang selama ini luput dari perhatiannya. Diary yang dia hadiahkan dua tahun yang lalu. Darren duduk di kursi dan perlahan tangannya membuka lembaran demi lembaran diary jasmine yang terletak begitu saja di atas meja belajar. Dia berharap ada petunjuk baru di diary itu dimana jasmine berada. Semakin lama dia membaca diary itu perasaan bersalah semakin besar dihatinya. Hampir semua isi diary itu mengungkapkan perasaan Jasmine kepada dirinya.
            Perasaan sesal dan bersalah semakin berkecamuk dihatinya, ketika dia sampai ke kata-kata terakhir yang ditulis Jasmine, yang ada bekas tetesan air mata yang sudah mengering dan meninggalkan noktah-noktah kecil di kertas diary itu dan sedikit mengaburkan tulisan-tulisannya. Perasaan itu menggugahnya. Darren mengambil sebuah pena dan menulis di diary itu, di bawah kata-kata yang terakhir di tulis Jasmine.
            “Andai kau tau, Jasmine....
Aku juga sangat mencintaimu. Maafkan aku, karena nggak pernah mengatakannya padamu. Dari dulu, sekarang dan sampai kapanpun hatiku tetap milikmu.
Kembalilah!! Karena pangeranmu hanya aku...Dan hanya aku!!!”
Darren termundur kaget, ketika tiba-tiba muncul kabut tebal berwarna putih, hijau, merah dan biru yang menyatu jadi satu tepat ketika dia selesai menulis kalimat terakhir. Kabut tebal itu datang dari dalam diary. Kabut tebal yang setinggi dirinya itu perlahan-lahan mulai menipis. Terkejutlah Darren ketika kabut itu benar-benar menghilang dan menyisakan...Jasmine?!!!
“Jas...Jas..Jasmine?!!”. tanya Darren tergagap, nggak percaya. Jasmine memandang Darren dengan kebahagiaan yang nggak dapat terlukiskan. Kemudian Jasmine berlari kearah Darren dan memeluknya erat.
“Darren, aku rindu kamu. Akhirnya aku bisa kembali!!”. Teriak Jasmine kegirangan sambil menangis bahagia. Darren meskipun nggak mengerti dan bingung dengan apa yang telah terjadi tetap membalas pelukan Jasmine dengan nggak kalah bahagianya.
Setelah itu Jasmine menceritakan semua yang dialaminya kepada Darren dan orang tuanya. Sangat sulit untuk dipercaya. Tapi, semua orang bahagia, Jasmine telah kembali dengan selamat. Jasmine tersipu malu ketika tau cewek yang membuatnya cemburu ternyata adalah adik kandung Darren sendiri yang selama ini tinggal di Amsterdam. Pantas saja Jasmine nggak mengenalinya, karena Lira, adik Darren itu telah lama tinggal di Amsterdam sejak umur lima tahun ikut ibu Darren yang telah lama bercerai dengan ayahnya.
Kemudian Jasmine menuruti pesan Dayang Kiara untuk membakar diary dan lukisan Raja Gerald milik Darren. Jasmine dan Darren berpegangan tangan saling menguatkan ketika lidah api dengan rakus menjilat diary dan lukisan itu hingga menjadi abu. Segala misteri itu telah berakhir. Sekarang Jasmine dan Darren dapat hidup dengan tenang.


THE END