Rani berjalan gontai di lorong sekolah yang rame dengan anak-anak SMU yang hilir mudik. Semangatnya menurun drastis. Peluh dingin mengalir di keningnya. Suara tawa, cemoohan anak-anak, terutama cewek-cewek, berputar-putar memusingkan di kepalanya. Rani tau dia yang di cemooh, bahkan di musuhi seantero cewek di SMU Chandrawinata, akibat Randy, cowok paling popular di sekolah ngikutin kemanapun dia pergi.
Perjalanan ke kantin yang seharusnya cuma lima menit, terasa berpuluh-puluh jam lamanya. Sesampainya di kantin, Rani langsung mengambil tempat di antara teman-temannya. Dia menghenyakkan diri di bangku kantin dengan perasaan lega bercampur kesal.
“Kenapa Ran, kusut banget?”. Tanya Rya saat melihat muka Rani yang kelihatan bete dan kesal.
“Gue tu kesal banget. Hantu itu masih saja ngikutin gue. Membayang-bayangi semua langkah gue”. Jawab Rani sambil menoleh ke Randy yang duduk nggak jauh darinya, sedang minum es teh. Teman-temannya, Rya, Gina, dan Tya ketawa cekikikan setelah tau maksud Rani. Rani jadi sewot.
“Kalian kok, sekarang mirip sama cewek-cewek di lorong sekolah yang selalu cekikikan kalau gue lewat. Rese tau!!”. Sembur Rani. Teman-temannya berhenti tertawa.
“Sorrriiii neh, Ran. Kami cuma heran ma lo. Dibuntutin cowok keren kok nggak suka, mendingan tuh daripade dibuntutin ama hantu. Ya kan, fren?”. Ujar Gina. Tya dan Rya kompak menyetujui.
“Kalian nggak tau sih, gimana rasanya dibututin ama tu anak. Setiap gue jalan, mau ke kantin, ke perpus, kemanapun juga. Si Randy tuh selaluuu aja ngekor di belakang gue. Gila kali tu anak, ngapain juga setiap hari dia ngikutin gue. Gara-gara dia semua mata tertuju pada gue. Trus separo dari cewek-cewek melototi gue, mereka pikir gue udah memonopoli cowok paling popular di sekolah, yang seharusnya milik bersama. Gila kali ya. Emangnya gue mau kayak gitu, Randynya aja kali yang kesambet.” Cerocos Rani.
“ But, ada baiknya juga loh Ran. Elo jadi punya bodyguard yang kuereen abis”. Kata Tya semangat.
“ Lo pikir gue artis tersohor yang perlu di jagain bodyguard?! Gue cewek SMA biasa dan gue dah gede, nggak perlu di jagain”.
“Ok, ok. Calm down girl. So, apa yang akan elo lakukan sekarang?”. Tanya Tya.
“Entahlah, gue masih bingung. Cara apa yang paling ampuh untuk membuat ‘hantu’ itu berhenti ngikutin gue?”.
“Lebih baik lo ketemu sama Randy berdua aja dan elo minta baik-baik deh sama dia buat berhenti jadi ekor lo?”. Saran Gina.
“Oh, tidak!! Gue benci banget jika harus bertemu dia apalagi harus ngomong berdua aja. Weww nggak banget deh”.
“Yeee. Nggak bisa gitu donk Ran. Kalau elo pengen Randy berhenti ngekorin lo, so pasti lo harus ngomong sendiri ma dia”. Petuah Tya.
“Ok, ok!! Gue akan ngomong ma dia. Puas kalian semua?!”
“Hahahaha...puas banget Ran. Good luck ya”. Tya menyemangati.
“ Yah, Ran. Kami akan selalu bersama elo apapun yang akan terjadi”. Tya, Gina dan Rya tersenyum bersama memberikan dukungan penuh pada Rani. Rani tersenyum bahagia. Dia merasa sangat beruntung mempunyai teman-teman yang selalu siap mendukungnya dalam keadaan apapun seperti Tya, Gina dan Rya.
Gosip seputar kisah Rani yang punya bodyguard, bodyguard paling keren di SMU Chandrawinata makin santer aja. Ceile, kayak berita gosip di tivi-tivi. Yang bikin gosip ini tambah melebar nggak lepas dari objeknya yang ok punya. Rani yang merupakan cewek dengan tampang biasa-biasa saja tapi memiliki senyum yang memikat dan juga adik dari legenda sekolah. Abangnya, Angga merupakan mantan ketua OSIS dan sekaligus pemegang juara umum sekolah dan sudah puluhan piala yang disumbangkan Angga untuk sekolah di berbagai ajang olimpiade dan olahraga. Abangnya itu sering disebut sebagai legenda sekolah dikarenakan kejeniusannya. Nggak hanya terkenal di sekolah sendiri tapi juga sudah sangat di kenal di sekolah-sekolah lain di kotanya. Kemudian Randy, cowok paling populer karena ketampanannya dan segudang bakat yang dimilikinya. Randy itu kapten basket di sekolahnya dan dia juga anak yang sangat pintar sekaligus tajir. Makanya semua orang jadi kasak-kusuk mendengar kedekatan mereka berdua.
Rani makin puyeng, ketika dirinya digosipin. Kupingnya yang tajam, sering menangkap suara-suara ketidakpuasan disana-sini. Cewek-cewek iri kali ye. Sering juga dia mendapat makian yang bisa bikin kuping pedes. Bahkan, surat kaleng yang mengancam keselamatan dirinya. Wuih, sadis! Hidup Rani jadi nggak tenang. Tiap hari dia harus pasrah dipelototin anak-anak setiap dia jalan di koridor sekolah. Hal itu tentu saja karena dirinya masih saja dibuntutin sama Randy. Sebenarnya Rani udah pernah minta Randy untuk berhenti ngekorin dia. Tapi, Randy selalu beralasan, kalau dia kebetulan saja arah tujuannya sama dengan tujuan Rani. Masa sih kebetulan bisa sampai lebih dari sepuluh kali! Selain itu, Rani juga sering dicegat sama genk-genk cewek rese. Kali ini genk Stacy, genk cewek paling sok di SMU Chandrawinata giliran mencegat dia.
“Eh, Ran. Gue tau elo pasti pake pelet kan buat nundukin si Randy?!”. Kata Stacy diikuti gelak tawa teman-temannya.
“Kalau nggak, mana mungkin Randy tunduk sama elo sampe ngikutin kemanapun elo pergi. Ngaca dunk!!”
Rani terdiam. Dia merasa sangat terhina. Dia ingin membela diri, sebelum Randy datang mengacau.
“Kalian nggak usah ngomong yang macam-macam. Urusin aja masalah kalian sendiri. Awas jika ada salah satu dari kalian yang berani ngusik Rani, akan berhadapan langsung dengan gue”. Ancam Randy ketus. Genk Stacy jadi mengkerut mendengarnya. Tanpa membuang waktu mereka kabur dari tempat itu. Rani alih-alih merasa senang, justru menjadi sangat marah. Dia menarik tangan Randy kesudut kelas XI IPA.
“Apa sih, maksud lo tadi?”. Randy jadi heran ngeliat reaksi Rani.
“Gue cuma ingin nyelamatin lo dari cewek-cewek rese itu”.
“Nggak perlu!!”. Rani menatap Randy, yang sebenarnya diakuinya cakep. Cakep banget malah. Tapi hatinya sekarang diliputin amarah.
“Gue nggak suka apa yang telah lo lakuin ke gue. Gue nggak suka lo buntutin. Gue benci. Benciiii banget sama lo. Jadi gue minta, mulai detik ini juga lo jauhin gue, jangan pernah nunjukin tampang lo lagi ke gue. Gue muak. Muaaaaakkk banget sama lo....”. entah apa lagi yang diucapkan Rani. Semua uneg-unegnya keluar nggak terkontrol akibat emosi yang tinggi. Rani mengatur napasnya yang naik turun nggak beraturan. Dia memandang Randy yang balas memandangnya dengan ekspresi datar. Tercipta keheningan yang nggak enak diantara mereka.
“Baiklah, kalau itu yang lo inginkan”. Kata Randy memecah keheningan kemudian berbalik meninggalkan Rani. Sekilas Rani melihat sinar kekecewaan di mata elang itu. Tapi, Rani nggak peduli. Saat ini ia merasa lega telah menyingkirkan Randy. Andai dia tau konsekuensinya.
Semenjak kejadian itu, Randy benar-benar membuktikan omongannya. Dia nggak pernah lagi buntutin Rani, bahkan Rani sama sekali nggak pernah melihat Randy selama sebulan setelah kejadian itu. Pada awalnya Rani merasa lega. Dirinya nggak lagi digosipin anak-anak. Tapi entah kenapa ada segumpal perasaan yang selalu menghantuinya. Membuat dia resah, nggak enak makan, nggak enak tidur. Dia selalu kepikiran sama Randy. Dia menyesal telah mengeluarkan kata-kata yang mungkin menyakiti hati Randy.
Di sekolah, Rani makin nelangsa. Dia merasa sepi dan kehilangan. Kadang-kadang tanpa sadar dia berusaha mencari Randy. Tapi dia nggak pernah melihatnya lagi disekitar kelasnya. Mau ke kelas Randy, kelas XII IPA, Rani nggak berani. Perasaannya jadi sedih dan muram. Dengan semangat yang ngedrop, Rani masuk kekelasnya, kelas XI IPS, yang para penghuninya pada ngibrit. Ketika hendak duduk, Rani melihat sehelai kertas di atas mejanya. Serta merta Rani meraihnya dan membacanya. Kertas itu bertulisan huruf-huruf rapi khas cewek yang dikenalinya.
Ran, aku tunggu kamu
Di gudang sekolah. Sekarang!!
TYA,
Rani mengeryitkan dahinya, heran. Tanda tanya besar menggelayut di hatinya. Ada urusan apa Tya ingin bertemu dengannya di gudang sekolah segala. Tempat yang mereka gunakan untuk berbicara sesuatu yang penting biasanya adalah taman kecil di belakang kelas mereka bukan gudang sekolah yang letaknya lebih jauh di belakang sekolah. Dan nggak biasanya juga Tya menggunakan surat seperti ini.
“Lebih baik aku kesana saja untuk memastikan semuanya”. Gumam Rani. Kemudian dia bergegas pergi ke gudang sekolah. Tanpa dia sadari sepasang mata elang sedang mengawasinya dengan seksama. Sesampainya digudang, Rani jadi bingung. Nggak ada Tya di tempat itu. Gudang yang dulunya Laboratorium IPA itu seperti nggak pernah di datangi orang. Kursi-kursi usang tampak dihiasi debu-debu tebal.
“Ah, sialan! Pasti ngerjain aku nih”. Gerutu Rani. Nggak lama kemudian dia mendengar langkah-langkah kaki. Ah, itu pasti Tya, pikir Rani.
“Tya, ada perlu apa ma gu...”. Ucapan Rani terhenti seketika ketika yang masuk kegudang bukanlah Tya. Hatinya menjadi resah ketika Sony dengan dua orang temannya yang urakan masuk kegudang itu.
“Eh, ngapain lo kesini?!”. Tanya Rani ketus.
“Lah, gue kan udah bilang mau ketemu lo disini”. Sony mengedipkan matanya. Rani menjadi sangat muak sekaligus takut.
“Tapi, gue mau ketemu sama Tya, bukan elo”.
“Tya? Hahahaha, ketipu lo!”. Dandy salah satu teman Sony tertawa ngakak.
“Lo lupa ya sama keahlian gue?”. Rani jadi lemas. Semua siswa di SMU Chandrawinata sudah pada tau kalau Dandy ahlinya niru tulisan orang. Rani sama sekali nggak punya kepikiran akan hal itu.
“Gue mau keluar!”. Rani berusaha keluar. Tapi, usahanya di gagalkan Sony. Sony merentangkan tangannya menghalangi langkah Rani.
“Mau apa sih?”. Rani bertambah cemas dan rasa takut merayapi dirinya.
“Gue cuma mau bilang, kalau gue sayang sama elo, Ran. Gue mau elo jadi pacar gue”. Sony emang dari dulu suka sama Rani. Berkali-kali nembak dan berkali-kali pula ditolak. Rani nggak nyangka Sony masih penasaran dengan dirinya.
“Gue kan udah bilang dari dulu, kalau gue cuma bisa nganggap lo sebagai teman aja. Sekarang biarin gue lewat”. Ekspresi Sony jadi dingin. Matanya menatap tajam Rani seakan ingin menelannya bulat-bulat.
“Gue nggak pernah ditolak cewek. Dan gue nggak suka elo tolak berkali-kali. Gue udah cukup sabar ma elo ya. Pokoknya saat ini juga elo harus jadi pacar gue!”. Sambil berbicara Sony terus maju mendesak Rani. Karena takut Rani terus mundur dan mundur. Tapi, ia nggak bisa lagi mundur karena terhalang tembok. Sony semakin dekat. Rani mengkerut, dia berusaha teriak tapi tenggorokannya terasa mencekat.
Sony mengurung gerak Rani. Rani berontak dan memukul-mukul badan Sony. Tapi dia nggak berdaya. Sony terlalu kuat. Kemudian Sony mencengkeram kedua lengan Rani dan berusaha menciumnya.
“Jangaaan!! Lepaskan!!”. Rani memberontak. Air mata mulai mengalir di kedua pipinya. Bayangan Randy sekelebat muncul dibenaknya. Seandainya dulu dia nggak kasar pada cowok itu dan berbesar hati membiarkan dia menjaganya, Sony dan kawan-kawannya nggak mungkin berani mempermalukannya seperti ini.
“Randy, tolong aku!”. Bisik Rani dalam isak tangisnya sambil tetap masih berusaha menjauhkan Sony dari wajahnya.
BRAAAKKKKKKK!! Pintu gudang terbanting keras. Rani merasakan kelegaan yang luar biasa ketika melihat Randy berdiri marah disana. Wajahnya yang putih dan tampan merah padam menahan amarah, sedang tangannya terkepal erat. Spontan Sony menghentikan aksinya.
“Lepasin dia!!”. Suara Randy terasa menggelegar di ruangan kecil itu. Hal terakhir yang di dengar Rani adalah perintah Sony untuk ngeroyok Randy. Setelah itu dia memejamkan mata dan menutup telinganya rapat-rapat berusaha nggak menyaksikan dan mendengarkan perkelahian itu. Dalam diam, Rani mengisak sedih. Entah berapa lama perkelahian itu berlangsung, sampai seseorang menyentuh lembut pundaknya.
“Jangan! Jangan dekatin gue!!”. Teriak Rani histeris.
“Ran, Ran. Ini gue, Randy”. Suara yang begitu merdu di telinganya. Perlahan Rani membuka matanya dan melihat Randy tersenyum menenangkan. Serta merta Rani memeluk Randy, menumpahkan segala kesedihannya. Kejadian ini bagi Rani terasa memuakkan dan sangat memalukan.
Rani menatap punggung Randy di depannya, yang entah mengapa membuat perasaannya menjadi hangat.
“Ran, kamu ke kelas aja. Kalau aku mau lapor ke kepsek dulu”.
Rani tersenyum-senyum sendiri ketika Randy memanggilnya ‘kamu’ bukannya ‘elo’ dan memanggil dirinya sendiri ‘aku’ bukannya ‘gue’. Ini merupakan tanda nggak tertulis jika hubungan mereka menjadi lebih dekat. Rani juga teringat dengan nasib Sony dan teman-temannya yang terkapar babak belur di gudang tadi. Sedang Randy nggak terluka sedikit pun. Itu hal yang wajar, karena Randy menguasai taekwondo. Randy baru saja mau belok ke arah kantor Kepala Sekolah, ketika Rani memanggilnya.
“Randy!”. Panggil Rani. Randy berbalik. “Ada apa, Ran?”.
“I love you”. Tiga kata ajaib itu tanpa sadar meluncur dengan mudahnya dari bibir Rani. Ups! Rani menutup mulutnya. Wajahnya memerah. Randy pun tampak terkejut. Rani ingin berlari dari tempat itu. Tapi kakinya terasa membeku dan terpaku. Randy yang tadinya terkejut kemudian tersenyum.
“I love you too”. Randy membisikkan juga kata-kata ajaib itu di telinga Rani. Sekali lagi wajah Rani memerah tapi diiringi degup jantung yang berdetak makin keras. Rani benar-benar malu, tapi dia lega dan bahagia ternyata Randy punya perasaan yang sama. Rani masih merasa nggak percaya dan nggak nyangka kalau Randy yang dulu sangat dia benci sekarang jadi orang yang paling dia sayang. Rani akhirnya percaya kalau dari benci bisa timbulnya cinta. Karena dia mengalaminya sendiri. Rasa cinta dan benci itu beda tipis. Itulah cinta, kadang datang di saat nggak terduga dan pada seseorang yang nggak terduga pula. Love is Amazing.
THE END